My Task

Selasa, 03 Januari 2017

ALAT DAN MESIN PENGOLAHAN TANAH KEDUA

TUGAS PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN


ALAT DAN MESIN PENGOLAHAN TANAH KEDUA
(SECONDARY TILLAGE)





Oleh :
NURSITTAH
05121001093

AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2014

Pengolahan Tanah Kedua (Secondary Tillage)

              Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia untuk merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia.
Di dalam usaha pertanian, pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan kondisi fisik khemis dan biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Di samping itu pengolahan tanah bertujuan pula untuk : 
a.    Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan, menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar dekomposisi dapat berjalan dengan baik
b.    Menurunkan laju erosi
c.    Meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan
d.   Mempersatukan pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air.
Kegiatan pengolahan tanah dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengolahan tanah pertama atau awal (primary tillage) dan pengolahan tanah kedua (secondary tillage).
Dalam pengolahan tanah kedua (Secondary Tillage), bongkah-bongkah tanah dan sisa-sisa tanaman yang telah terpotong pada pengolahan tanah pertama akan dihancurkan menjadi lebih halus dan sekaligus mencampurnya dengan tanah. Pengolahan tanah  kedua dilakukan setelah pembajakan (pengolahan tanah pertama). Dengan pengolahan tanah menjadi gembur dan rata, mata air diperbaiki, sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu dihancurkan dan dicampur dengan lapisan tanah atas.
Alat yang digunakan untuk pengolahan tanah kedua antara lain:
1.    Garu piringan (disk harrow)
2.    Garu gigi (spikes tooth harrow)
3.    Garu bergigi per (spring tooth harrow)
4.    Garu-garu Khusus (Special harrow)
1. Garu piringan (disk harrow)
Garu piringan (disk harrow) memunyai ukuran dan kecekungan piringan lebih kecil dibandingkan dengan bajak, serta jumlah piringannya lebih banyak jika dibandingkan dengan bajak piringan.
Garu piringan dibedakan:
a.    Garu piringan yang mempunyai aksi tunggal (single action). Garu ini pada saat memotong tanah hanya melempar kesatu arah saja.
b.     Garu piringan yang mempunyai aksi ganda (double action). Apabila piringan yang di depan berlawanan arah dengan yang di belakang dalam hal pelemparan atau pembalikan tanah.
c.    Ada juga istilah single action two gang disk harrow, maksudnya single aksipelemparan tanah yang mempunyai dua kelompok (pelemparan satu arah).
d.   Double action two gang disk harrow (randem disk harrow/garu piringan 4 rangkaian 2 aksi)
Garu piringan ini ada yang bersisi rata dan ada yang bersisi gerigi. Tujuan yang bergerigi digunakan pada lahan yang mempunyai sisa-sisa tanaman (untuk memotong-motong). Ukuran umum diameter berkisar antara 45-60 cm (tugas ringan) sedangkan untuk tugas berat (heard dyty) berkisar antara 65-70 cm. piringan dipasang pada suatu disk yang berbentuk persegi dengan jarak antara 15-22 cm untuk tugas yang ringan dan 25-30 cm untuk tugas berat.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjl9K8y-AWZd4aFD9uwEgApPFdFNP5uPb7spJPGWpG2eGNM4AJH5w-qksjylkbdJhy1oEaNJ6w99S0iXiHjYaQ96urpMJaESvWTLcxJkLGdm5ZWhiAysCCHnLlxrlRBXbechYYNrv6inrQ/s1600/Garu+piringan+%28disk+harrow%29.jpg


Bagian-bagian utama garu piring:
1.      Piringan                          5.     bumper
2.      Poros piringan                6.     Kotak pemberat
3.      Rangka                           7.     Pembersih tanah (scrapper)
4.      bantalan
·      Piringan berfungsi untuk memotong, mengangkat dan menghancurkan serta membalik tanah.
·      Poros piringan berfungsi sebagai tempat bertumpu dan berputarnya piringan.
·      Penggarak piringan berfungsi untuk menjaga piringan tetap bersih.
·      Kerangka atau batang rangkaian berfungsi untuk merangkai piringan-piringan. Bila sistem penggandengan dengan daya penariknya sistem hela trailing maka garu piringan akan dilengkapi dengan roda dukung. Konstruksi garu piringan biasanya terdisi atas dua rangkaian piringan atau empat rangkaian piringan. Ditinjau dari proses penghancuran tanah, langkah penggaruan dibedakan atas penggaruan satu aksi (single action) dan penggaruan dua aksi (double action).

2. Garu Bergigi Paku (Spikes tooth harrow)
Garu bergigi paku atau biasa disebut sebagai garu sisir, adalah jenis garu yang sudah umum digunakan petani di Indonesia. Garu sisir yang ditarik hewan, umumnya giginya terbuat dari kayu dan biasa digunakan untuk pengolahan tanah sawah dalam keadaan basah, sebagai pekerjaan lanjutan setelah tanah diolah dengan bajak singkal.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTRHHQrlsVqSMNMuiCoUxL0nPkz7m9A3cqFVH4adAG8K12l5LBAMCdTLryhyl80fbbUlW_M3mhPH5CjGQGd4MRR80LlD4LGUdJywJlevz3livEZ3Q8VszPESLdKEyjcEjTXizxSITZfpQ/s1600/harrow_module_attachment.jpg
Garu bergigi paku yang ditarik dengan tenaga traktor gigi-giginya terbuat dari bahan logam, dipasang pada batang penempatan (tooth bar) dengan di klem atau di las. Konstruksi garu bergigi paku yang ditarik dengan tenaga traktor biasanya terdiri dari satu batang penempatan. Pemasangan gigi pada batang penempatan disusun berselang-seling antara batang penempatan yang satu dengan lainnya. Bentuk gigi paku sangat bervariasi ada yang lurus runcing dan ada yang pipih, ada pula yang berbentuk blimbingan (diamond shape). Kadangkala batang penempatan posisinya dapat diatur atau diputar sehingga memungkinkan untuk merubah sudut gigi pakunya, guna mengatur masuknya gigi di dalam tanah. Batang-batang penempatan selanjutnya dipasangkan pada kerangka penguat dari garu tersebut.
Dengan demikian bagian-bagian utama garu bergigi paku atau garu sisir adalah terdiri atas: gigi paku, batang penempatan dan kerangka penguat. Garu bergigi paku terutama digunakan untuk meratakan dan menghaluskan tanah sesudah pembajakan, lebih cocok digunakan untuk tanah yang mudah hancur. Alat ini cukup efektif untuk memberantas tanaman pengganggu khususnya yang masih kecil-kecil, atau baru tumbuh.

3. Bergigi Per (Spring Tooth harrow)
Garu bergigi per ini secara keseluruhan konstruksinya hampir menyerupai garu bergigi paku, hanya gigi-giginya terbuat dari per atau pegas. Juga digunakan untuk meratakan dan menghaluskan tanah sesudah pembajakan. Alat ini juga lebih sesuai digunakan untuk tanah yang mudah dihancurkan. Cocok untuk memberantas gulma yang mempunyai perakaran yang cukup kuat dan dalam. Hal ini dikarenakan garu bergigi per mempunyai penetrasi kedalaman yang lebih besar dibandingkan dengan garu bergigi paku. Dari sifatnya yang lentur dan bentuknya yang lengkung akan dapat mengangkat atau mencabut akar-akar tanaman sehingga terlempar keluar ke permukaan tanah.
Garu Bergigi Per (Spring Tooth Harrow)
Garu Bergigi Per (garu pegas) sangat cocok untuk digunakan pada lahan yang memunyai banyak batuan atau akar-akar. Karena giginya dapat melenting (memegas) apabila mendapatkan hambatan.

4.    Garu-garu khusus (special harrow)
Jenis garu-garu khusus, biasanya digunakan untuk mengerjakan pengolahan tanah dengan tujuan yang lebih khusus. Sebagai misal, pengolahan tanah dengan tujuan khusus untuk memusnahkan tanaman pengganggu, menghancurkan seresah, atau untuk menggemburkan tanah secara intensif, atau mungkin bertujuan untuk membuat bedengan (seed bed) yang lebih layak.
Penggunaan garu-garu khusus biasanya dilakukan setelah pengolahan tanah pertama dan pengolahan tanah kedua. Macam-macam garu khusus antara lain adalah : pencacah gulma atau seresah (weeder mulcher), garu potong putar (rotary cross harrow), penggemburan tanah (soil surgeon).

Garu-Garu Khusus (Special Harrow) InforMesin

Perencanaan Wilayah


PERENCANAAN WILAYAH

Tema : Pengembangan Pendidikan Terkait Produktivitas Petani
Judul: Cerdaskan Petani Indonesia Melalui Pendidikan Formal dan Informal



Oleh :
NURSITTAH
05121001093

AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2014


Cerdaskan Petani Indonesia Melalui Pendidikan Formal dan Informal

Kemampuan SDM adalah kemampuan menguasai sekumpulan pengetahuan dan keterampilan serta perilaku yang dituntut dari setiap pekerja agar mencapai hasil optimal atau kemampuan melaksanakan tugas ditempat kerja, sesuai standar optimal, yang ditetapkan. Untuk mencapai standar optimal tersebut diperlukan sekumpulan pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja. Dalam hal pertanian merupakan salah satu permasalahan yang masih kurang mendapat perhatian serius termasuk kurangnya peningkatan kinerja SDM.
SDM merupakan salah satu faktor kunci untuk mendapatkan kinerja terbaik, karena keberhasilan kinerja individu petani sangat berpengaruh terhadap hasil kerja pertanian. Kemampuan pribadi petani adalah segala ciri yang dimiliki seseorang sepanjang hidupnya, meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman, kebutuhan, motivasi, dan sifat kewirausahaan. Jadi manusia merupakan unsur penggerak utama dan mempunyai kemampuan untuk memanupulasi dan mengintervensi sumber daya alam. Sumber daya alam termasuk petani memegang peran penting dalam suatu usaha yang memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang lain menggunakan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki.
Menurut Dimyati (2007), permasalahan yang masih melekat pada sosok petani dan kelembagaan petani di Indonesia adalah:
1. Masih minimnya wawasan dan pengetahuan petani terhadap masalah manajemen produksi maupun jaringan pemasaran.
2. Belum terlibatnya secara utuh petani dalam kegiatan agribisnis. Aktivitas petani masih terfokus pada kegiatan produksi (on farm).
3. Peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah organisasi petani belum berjalan secara optimal.





Kemampuan petani berkembang seiring dengan pengalaman bertani. Semakin berpengalaman maka kinerja pertanian makin tinggi. Pendidikan,semakin mampu menangkap informasi, inovasi, dan teknologi baru. Pelatihan, menambah keterampilan penggunaan teknologi dan memanfaatkan informasi. Kemampuan sumber daya manusia petani dengan produktivitas pertanian, keragaman produksi pertanian, dan akses pemasaran produksi di wilayah studi dapat dilihat dengan menghubungkan dengan kemampuan SDM petani. Kemampuan SDM ini untuk melihat kemampuan dan ilmu pengetahuan petani sebagai kemampuan SDM petani yaitu tingkat pendidikan, keikutsertaan dalam pelatihan, dan pengalaman dalam bekerja. Dengan demikian upaya meningkatkan kompetensi petani merupakan suatu keharusan agar petani berdaya dan mampu menunjukan segala potensi. Dalam waktu yang bersamaan upaya peningkatan kompetensi petani diikuti dengan kemampuan pribadi berusaha tani..
Setiap program pengembangan sektor pertanian khususnya yang berkait de­ngan program pengembangan SDM pertanian harus merupakan bagian integral dari peningkatan kesejahteraan petani (PPK). Pengembangan model  pendidikan, pelatih­an, dan penyuluhan berbasis kompetensi dan agribisnis diharapkan mampu meningkatkan mutu SDM pertanian. Pada gilirannya mampu meningkatkan produktifitas, mutu dan harga hasil pertanian yang kompetitif. Tujuannya adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang didukung dengan pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan dan perlindungan terhadap petani.
Saat ini, terjadi proses perubahan paradigma pembelajaran dari yang sekedar tahu melakukan sesuatu menjadi tahu dan dapat melakukan sesuatu. Yang pertama lebih ke domain kognitif sedangkan kompetensi yang kedua lebih kepada skill dan keterampilan. Untuk menghadapi perubahan paradigma tersebut, perlu kebijakan umum terkait perubahan kurikulum pendidikan. Mulai dari perubahan kurikulum menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tingkat nasional hingga penerapan kurikulum berbasis muatan lokal di tingkat lokal. Kurikulum muatan lokal perlu dijalankan karena setiap daerah memiliki agroekosistem yang beragam. Ada beragam komiditi yang diusahakan sesuai dengan lingkungan. Penerapan teknologi pun harus berjenis indegeneous technology (teknologi yang memiliki kearifan lokal). Kita tidak bisa memaksakan semua jenis teknologi siap pakai. Kebijakan ini harapannya berlaku untuk semua tingkat pendidikan, sampai ke perguruan tinggi.
Tiga sisi KBK yang perlu dikembangkan di sektor pertanian antara lain : sektor produksi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Dengan ketiga sisi KBK ini akan terjadi perubahan paradigma dari produksi ke pasar sehingga si petani tidak hanya memiliki teknik produksi juga tetapi juga pemasaran. Oleh sebab itu petani  juga memiliki kompetensi pemasaran. Dengan begitu, petani akan memiliki model agribisnis sebagai satu sistem yang utuh mulai dari on farm sampai dengan off farm.
Bentuk penerapan sistem KBK di tataran petani dapat dilakukan tidak hanya melalui sistem pendidikan formal, tetapi lebih khusus melalui sistem pendidikan informal melalui pembelajaran aktif melalui pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi. Metode pelatihan dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan metode pendidikan orang dewasa. Pelaksananya bisa dilakukan oleh siapa saja namun kebijakannya dapat melalui badan pendidikan dan pelatihan Departemen Pertanian RI maupun badan pelatihan di departemen lain yang terkait dengan bidang pertanian lainnya seperti Departemen Kelautan dan Perikanan maupun Departemen Kehutanan. Pelaksananya bisa melalui balai pendidikan dan pelatihan di daerah, pemerintah daerah atau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pertanian maupun perguruan tinggi yang juga memiliki tugas pokok dalam pengembangan masyarakat.
















DAFTAR PUSTAKA

Febrian, Bilal M. dan Tjokropandojo, Dewi Sawitri. SDM Manusia dan Kinerja Petani Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Lokal. STUDI KASUS: Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Diakses pada tanggal 23 September 2014 pukul 15.30 WIB.
Nasrul, Wedy. Jurnal Vol.III No.29, Juni 2012: Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani Terhadap Pembangunan Pertanian. Diakses pada tanggal 23 September 2014 pukul 15.00 WIB.

Mangkuprawira, Sjafri. 2009. Artikel : Cerdaskan Petani Kita Agar Sejahtera. Diakses pada tanggal 23 September 2014 pukul 16.00 WIB.






Magang PT.PUSRI

METODE-METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DINAMIKA KELOMPOK
METODE-METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT





Oleh :

SINTIA PUTRI PERDANA           05121001092
NURSITTAH                                                05121001093
SANDY MARSHEILA N.               05121001097
YANIAR TRI H.                              05121401018



AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2014



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pemberdayaan pada hakekatnya adalah upaya pemberian daya atau peningkatan keberdayaan. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memandirikan masyarakat agar mampu berpartisipasi aktif dalam segala aspek pembangunan. Kemandirian buka berarti mampu hidup sendiri tetapi mandiri dalam pengambilan keputusan, yaitu memiliki kemampuan untuk memilih dan keberanian menolak segala bentuk bantuan dan atau kerjasama yang tidak menguntungkan.
Dengan pemahaman seperti itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses terencana guna meningkatkan skala/upgrade utilitas dari obyek yang diberdayakan. Karena itu pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk terus menerus meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat bawah yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam pengertian sehari-hari, pemberdayaan masyarakat selalu dikonotasikan sebagai pemberdayaan masyarakat kelas bawah (grassroots) yang umumnya dinilai tidak berdaya.
Pengertian pemberdayaan masyarakat menurut Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat ketika membahas soal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, mengutarakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitasmasyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagaipersoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan  masyarakat  memerlukan keterlibatan yang  besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Aspek penting dalam suatu program Perberdayaan Masyarakat adalah: program yang disusun sendiri oleh masyarakat, menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat, serta berkelanjutan.
Menjalankan pendekatan Perberdayaan Masyarakat pada tingkat penentu kebijakan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya pembangunan yang semakin terbatas. Hal ini akan meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kenyataan setempat dan memperkuat keberlanjutan program karena masyarakat mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab.
Terdapat sejumlah hambatan kebijakan dan kelembagaan dalam menerapkan pendekatan Pemberdayaan Masyarakat yang berhasil. Hambatan ini antara lain adalah terbatasnya komitmen dan pemahaman manajer senior dan para penentu kebijakan terhadap prinsip dan keuntungan yang bisa diperoleh dari pendekatan Pemberdayaan Masyarakat serta kurangnya orientasi pada klien oleh aparat pemerintah di semua tingkatan. Di samping itu, hambatan finansial masih membatasi penentuan keputusan tingkat lokal. Lebih jauh lagi, penyusunan kebijakan rinci menghambat timbulnya kreativitas lokal. Hambatan lain adalah kekurangan data monitoring dan evaluasi serta masih adanya struktur pemerintahan dan proses perencanaan yang bersifat membatasi.

1.2  Tujuan
1.    Menjelaskan pengertian Pemberdayaan Masyarakat
2.    Mendeskripsikan Metode-Metode Pemberdayaan Masyarakat
3.    Menjelaskan Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat
4.    Menentukan Metode Pemberdayaan yang efektif





BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam proses ini, lembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses Pemberdayaan Masyarakat. Pada prinsipnya masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik pijak bagi program nasional.

2.2  Metode Pemberdayaan Masyarakat
Untuk melaksanakan evaluasi apakah proyek yang telah dilaksanakan selama jangka waktu tertentu telah sungguh mendatangkan perbaikan yang sesuai denganharapan warga masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian. Dua metoda penelitian evaluatif yang bersifat bottom-up adalah rapid rural appraisal (RRA), dan participato ryrural appraisal (PRA).
A.      Metoda Rapid Rural Appraisal (RRA)
Pada dasarnya, metoda RRA merupakan proses belajar yang intensif untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat. Untuk itudiperlukan cara kerja yang khas, seperti tim kerja kecil yang bersifat multidisiplin,menggunakan sejumlah metode, cara, dan pemilihan teknik yang khusus, untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman terhadap kondisi perdesaan. Cara kerjatersebut tersebut dipusatkan pada pemahaman pada tingkat komunitas lokal yangdigabungkan dengan pengetahuan ilmiah.
B.       Metoda Participatory Rural Appraisal (PRA)
Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya padaketerlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metoda PRA bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksanaan program pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan.
a)                  Pengertian PRA :
PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak (Chambers, 1995).
b)        Prinsip Dasar
Tujuan kegiatan PRA yang utama ialah untuk menghasilkan rancangan program yang gayut dengan hasrat dan keadaan masyarakat. Terlebih itu, tujuan pendidikannya adalah untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan melalui kegiatan aksi.
Dapat disebutkan bahwa PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan (Chambers, 1995).

Beberapa prinsip yang ditekankan dalam PRA ialah :
1.        Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini
berarti bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuan tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri.  Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari masyarakat.
Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna,dan pasti benar. Oleh karenanya metode ini selalu harus dikembangkan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA.
2.        Keterlibatan semua anggota kelompok,  menghargai perbedaan, dan informal
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua golongan masyarakatadalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan,anak-anak, dll). Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda.
Oleh karenanya semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik.
3.        Orang luar sebagai fasilitator, masyarakat sebagai pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam penerapannya, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat.
4.        Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi teknik.
a.         Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan program
b.        Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya dengan menggunakan teknik lain.
c.         Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
5.         Optimalisasi hasil, orientasi praktis, dan keberlanjutan program
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang trampil, partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup.
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir salah daripada kesimpulan yang hampir benar. Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.
c)        Struktur Program :
Karena tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama masyarakat, penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan program. Gambaran umum siklus tersebut secara ringkas adalah sbb.:
a.         Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untuk menggali informasi tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
b.         Perumusan masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atasdasar masalah dan potensi setempat.
c.         Identifikasi alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas berbagai kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
d.        Pemilihan alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat dan sumberdaya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
e.         Perencanaan penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar implementasinya dapat secara mudah dipantau.
f.         Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di tingkat yang lebih besar.
g.        Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan masyarakat.
h.        Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun.
i.          Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah yang telah terpecahkan, munculnya masalah lanjutan, dll.

d)       Teknik PRA
Beberapa teknik penerapan PRA antara lain : (a) Penelusuran Alur Sejarah, (b) Penelusuran Kebutuhan Pembangunan, (c) Analisa Mata Pencaharian, (d) Penyusunan Rencana Kegiatan, (e) Focus Group Discussion, (f) Pemetaan, dll. 





BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


1.1    Kesimpulan
1.      Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri.
2.      Dua metoda pemberdayaan masyarakat adalah rapid rural appraisal (RRA), dan participato ryrural appraisal (PRA).
3.      Metoda RRA merupakan proses belajar yang intensif untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat.
4.      PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka.

1.2  Saran
Perlunya pemilihan metode yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat untuk terbentuknya pribadi yang berkualitas.











Daftar Pustaka

Arifin, Riva. 2012. Pengenalan Metode Pemberdayaan Masyarakat. http://rivaarifin.blogspot.com/2012/03/pengenalan-metode-pemberdayaan.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 17.00 WIB.

Irawan, Wendi. 2010. Metode Pemberdayaan Masyarakat. https://www.scribd.com/doc/76408558/Metode-Pemberdayaan-Masyarakat. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 17.15 WIB.

Raha, Septian. 2014. Makalah Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Miskin. http://munabarakati.blogspot.com/2014/02/makalah-pemberdayaan-masyarakat-pesisir.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 16.56 WIB